PERKEMBANGAN PADA MASA HINDU-BUDHA
DI INDONESIA
Standar Kompetensi :
5.
Memahaami
perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Buddha sampai masa Kolonial Eropa
Kompetensi Dasar :
5.1 Mendeskripsikan perkembangan masyarakat,
kebudayaan, dan pemerintahan pada masa Hindu-Buddha serta
peninggalan-peninggalannya.
Setelah mempelajari materi ini diharapkan, siswa dapat :
·
Mendeskripsikan
masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Indonesia
·
Menunjukkan
pada peta daerah-daerah yang dipengaruhi unsur Hindu Buddha di Indonesia
·
Menyusun kronologi perkembangan kerajaan Hindu-Buddha ke berbagai wilayah Indonesia
·
Mengidentifikasi dan memberi contoh peninggalan-peninggalan sejarah
kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di berbagai daerah
A.
Agama Hindu
Agama Hindu (Bahasa
Sanskerta) "Kebenaran Abadi", dan Vaidika-Dharma
("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal
dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari
agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran
(Arya). Agama ini
diperkirakan muncul antara tahun 31002 SM sampai 130000 SM dan merupakan agama
tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan
agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah
umat sebanyak hampir 1 milyar jiwa.
Penganut agama Hindu
sebagian besar terdapat di anak
benua India. Di sini terdapat sekitar 900% penganut agama ini. Agama ini
pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15,
lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit.
Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada
masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga
yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan
(Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
1.
Keyakinan dalam Hindu
Hindu seringkali dianggap sebagai
agama yang beraliran
politeisme
karena memuja banyak Dewa,
namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri.
Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat
Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa
hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang
memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti
“beResinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33
Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari
kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu,
yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa.
Mereka disebut Trimurti.
Dalam kitab-kitab Weda
dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan.
Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para
Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak
Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”)
menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan
dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.
2.
Sistem Catur Warna (Golongan
Masyarakat)
Dalam agama
Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan kasta. Karena di dalam ajaran Pustaka Suci Weda, tidak terdapat
istilah kasta. yang ada hanyalah istilah Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna,
masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
Menurut ajaran catur
Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status
seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia
menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekankan
seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat
golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh
hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus “memberi dan diberi” jika
keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.
B.
Agama Budha
1.
Perkembangan Agama Budha
Agama Buddha lahir di
negara India,
lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme.
Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya
Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang
masih dianut di dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah
dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan
Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh
hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara
Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Pencetusnya
ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama
Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada
tahun 399 Masehi,
dibawa oleh seorang bhiksu
bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok
mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.
Setiap aliran Buddha
berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat
sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian
mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta
Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya
Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika
dan psikologi).
Perlu ditekankan bahwa
Buddha bukan Tuhan.
Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda
dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan
dan tujuan. Di
dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara
smyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi
mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan
bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat
membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya
merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan
mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran &
realitas sebenar-benarnya.
2.
Aliran Buddha
Ada
beberapa aliran dalam agama Buddha:
- Buddha Theravada
- Buddha Mahayana:
Zen
- Buddha Vajrayana
- Buddha
Mahayana
Gambar 2 Patung Buddha
Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong
Sutra
Teratai merupakan rujukan sampingan
penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud
"maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara"
merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat
manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang
dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid
Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini
perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda
yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
C.
Proses Masuk dan
Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
Pada permulaan tarikh masehi, di
Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah
tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan
perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung
melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati
India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang
dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki
keuntungan, yaitu:
·
Sering dikunjungi
bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
·
Kesempatan melakukan
hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
·
Pergaulan dengan
bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
·
Pengaruh asing masuk ke
Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia
dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya
percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh
kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang
dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.
1.
Hipotesis
Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa
kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia.
Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja
dan memimpin upacara-upacara keagamaan.
2.
Hipotesis
Ksatria
Pada hipotesis ksatria, peranan
penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut
hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan
di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang,
lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke
wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan
koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya.
3.
Hipotesis
Waisya
Menurut para pendukung hipotesis
waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam
menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan
para penguasa beserta rakyatnya.
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa
peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang
buangan. kaum
waisya.
Selain pendapat di atas, para
ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan
Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut
Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung
kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa
dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh
budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah
Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam
yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli
memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang
persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan
prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan
prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya
pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah
khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan di antaranya:
1.
Agama
Ketika memasuki zaman sejarah,
masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha.
2.
Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan
dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil
masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan.
3.
Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum
adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya
India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi
Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak.
Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
4.
Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa
dan berbahasa Sanskerta. Dalam
perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya
diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang
merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa
Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5.
Sastra
Berkembangnya pengaruh India di
Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal
yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu
memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya
sastra yang muncul di Indonesia adalah:
·
Arjunawiwaha, karya Mpu
Kanwa,
·
Sutasoma, karya Mpu
Tantular, dan
·
Negarakertagama, karya
Mpu Prapanca.
Hari Raya Dalam Agama Budha
Terdapat empat hari raya besar
dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari
Raya Trisuci Waisak, sekaligus
satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia
setiap tahunnya.
1) Waisak
Penganut Buddha
merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3
peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi
Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang
Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana.
2)
Kathina
Hari raya Kathina
merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi
setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan
Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah
Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan
vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.
2)
Asadha
Kebaktian untuk
memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya
Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati
peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang
pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi.
3)
Magha Puja
Hari Besar Magha Puja
memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok
para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha dihadapan 1.2500 Arahat yang kesemuanya arahat
tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya
itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih
dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah
agama Buddha disebut Vihara.
D.
KERAJAAN-KERAJAAN
HINDU BUDHA DI INDONESIA
1.
Kerajaan Kutai
Kutai Martadipura
adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara dan seluruh Asia
Tenggara. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan
Timur, tepatnya di hulu sungai
Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena
tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena
memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber
sejarah.
`Informasi yang ada
diperoleh dari Yupa /
prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4.
Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam
menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut
diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 200.000000 ekor
sapi kepada kaum brahmana.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak
Aswawarman dan cucu Kudungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental
dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara
penulisannya. Kudungga adalah pembesar dari Kerajaan
Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kudungga sendiri diduga belum
menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja
pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri
dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya
pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya
adalah Mulawarman.Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa
pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan.
Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat
Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak
tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing,
hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhirnya
Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu
diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan
Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara
inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama.
Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Peta
Kecamatan Muara Kaman
Nama-nama Raja
Kerajaan Kutai
- Maharaja
Kudungga, gelar anumerta Dewawarman
- Maharaja
Asmawarman (anak Kudungga)
- Maharaja
Mulawarman
- Maharaja
Marawijaya Warman
- Maharaja
Gajayana Warman
- Maharaja
Tungga Warman
- Maharaja
Jayanaga Warman
- Maharaja
Nalasinga Warman
- Maharaja
Nala Parana Tungga
- Maharaja
Gadingga Warman Dewa
- Maharaja
Indra Warman Dewa
- Maharaja
Sangga Warman Dewa
- Maharaja
Candrawarman
- Maharaja
Sri Langka Dewa
- Maharaja
Guna Parana Dewa
- Maharaja
Wijaya Warman
- Maharaja
Sri Aji Dewa
- Maharaja
Mulia Putera
- Maharaja
Nala Pandita
- Maharaja
Indra Paruta Dewa
- Maharaja
Dharma Setia
2.
Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma
adalah sebuah kerajaan
yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa
pada abad
ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara
yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan
Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
a.
Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah
ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti
mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja
yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman.
Pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112
tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan
dengan menyedekahkan 1.000000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma
diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu
yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari
prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman
pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru
Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan
Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang
ditemukan
1.
Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 40000 M (H Kern 1917), ditemukan di
perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2.
Prasasti Tugu,
ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten
Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian
Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian
sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir
yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang
terjadi pada musim kemarau.
3.
Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul,
ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja
Purnawarman.
4.
Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.
Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.
Prasasti Jambu,
Nanggung, Bogor
7.
Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu
ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang
sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih
dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta
Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti
Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota
pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane
dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk
angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu
untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti Pasir Muara
Di Bogor, prasasti ditemukan di
Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan
Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu
dituliskan :
“ini sabdakalanda
rakryan juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsan desa barpulihkan haji
sunda”
Terjemahannya
menurut Bosch:
Ini
tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5)
pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak
"sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih"
(angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka
atau 536 Masehi.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun
ditemukan pada aliran Ci
Aruteun, seratus meter dari pertemuan
sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini
peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya
adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
Terjemahannya
menurut Vogel:
Kedua
(jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia
yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula
gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda
kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman
sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa
daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi
Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara
pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala"
(raja daerah) Pasir
Muhara.
Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak
kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
Terjemahannya:
“Kedua jejak telapak
kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa
Tarumanagara yang jaya dan berkuasa”.
Menurut mitologi
Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan
penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1,
gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan
Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan
rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang
dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.Ukiran bendera dan sepasang
lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing
perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai
perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli
diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya
sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak
kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau
kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon
tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala
"kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya
dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
Prasasti Jambu
Di daerah
Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan
Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung,
Kecamatan Leuwiliang. Pada
bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang
telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
Terjemahannya
menurut Vogel:
“Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja
yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju
perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah
kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia
kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya”.
b.
Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber
dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
1)
Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya
yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di
Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama
Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama
kotor" (maksudnya animisme).
2)
Berita Dinasti Sui,
menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo
("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
3)
Berita Dinasti Tang, juga
menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
Kerajaan
Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 40000-60000 M. Berdasarkan
prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman
menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari
Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
3.
Kerajaan Ho-ling
Nama
Ho-ling sebenarnya muncul ketika terjadi perubahan dengan mulai meluasnya
kekuasaan Wangsa Sailendra. Sebelum perluasan ini, berita Cina dari Dinasti
Sung Awal (4200-4700 M) menyebut Jawa dengan sebutan She-p’o, akan tetapi
kemudian berita-berita Cina dari Dinasti T’ang (618-9006 M) menyebut Jawa
dengan sebutan Ho-ling sampai tahun 818. Namun penyebutan Jawa dengan She-p’o
kembali muncul pada 8200-856 M (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho
Notosusanto, 1984:93).
a.
Sumber sejarah
Nama Kerajaan Ho-ling sempat tercatat dalam kronik
dinasti T’ang yang memerintah Cina pada 618-9006 M. Menurut catatan kronik
tersebut, penduduk Ho-ling biasa makan tanpa menggunakan sendok atau cupit,
melainkan dengan jari-jari tangannya saja, dan gemar minum semacam tuak yang
mereka buat dari getah bunga pohon kelapa (aren). Ibukota
Kerajaan Ho-ling dikelilingi pagar dari kayu. Raja mendiami istana yang
bertingkat dua yang beratapkan daun palma. Raja duduk di atas bangku yang
terbuat dari gading, memergunakan juga tikar yang terbuat dari kulit bambu.
Dicatat pula bahwa Ho-ling mempunyai sebuah bukit yang disebut Lang-pi-ya, yang
sering dikunjungi raja untuk melihat laut (Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah, 1978:500).
Mengenai
Kerajaan Ho-ling, terdapat sumber lain selain kronik dari Dinasti Tang. Seorang
pendeta Budha bernama I-tsing, menyatakan bahwa dalam tahun 664 M telah datang
seorang pendeta bernama Hwi-Ning di Ho-ling, dan tinggal di situ selama 3
tahun. Dengan bantuan Pendeta Ho-ling, Jnanabhadra, ia menerjemahkan berbagai
kitab suci agama Budha Hinayana (Soekmono, 1973:37).
b.
Letak Kerajaan Ho-ling
Ada
dua sumber Cina yang berasal dari Dinasti T’ang memberikan arahan tentang
Kerajaan Ho-ling. Kedua versi tersebut yaitu berita Cina Ch’iu-tang dan Hsin
T’ang Shu. Kedua versi tersebut memberitakan tentang Ho-ling sebagai berikut:
“Ho-ling yang juga disebut She-p’o terletak di lautan selatan. Sebelah timurnya
terletak P’o-li dan disebelah baratnya terletak To-p’o-teng. Di sebelah
selatannya ialah lautan dan disebelah utaranya ialah Chen-la” (Marwati &
Nugroho, 1984:93)
4.
KERAJAAN MATARAM KUNO / MATARAM LAMA
Kerajaan Mataram Kuno
atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di
Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya
banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo,
dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan
penduduknya cukup pesat.
Sumber-sumber Prasasti
Mengenai bukti yang
menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram dapat diketahui melalui
prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi yang dapat Anda ketahui sampai
sekarang. Prasasti-prasasti
yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno / lama tersebut yaitu
antara lain:
a.
|
Prasasti Canggal ditemukan di
halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal
berangka tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.
Anda
masih Ingat arti dari istilah Candrasangkala? Kalau Anda lupa, baca kembali
kegiatan belajar 1.
Prasasti
Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan
tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja
oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa
yang menjadi raja mula-mula Sanna kemudian digantikan oleh Sanjaya
anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Untuk
memperjelas pemahaman Anda tentang tempat Sanjaya mendirikan Lingga di candi
Gunung Wukir maka simaklah gambar 11 berikut ini!
Gambar. Candi Gunung Wukir
gambar
reruntuhan candi Gunung Wukir di halaman candi ini tempat ditemukannya
prasasti Canggal. Selanjutnya simak prasasti berikutnya.
Sumber berupa
Candi
Selain prasasti yang
menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-bangunan
candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu
seperti Candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang
terletak di Jawa Tengah Utara.
Selanjutnya di Jawa
Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur,
Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan
masih banyak candi-candi yang lain.Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi
tersebut, dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang
kehidupan untuk lebih jelasnya maka simak dengan baik uraian berikut ini.
Kerajaan Mataram
diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama
Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya mungkin
yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai dengan prasasti
Canggal. Perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra.
Menurut para ahli,
keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi mengenai pergeseran
kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya
sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga
Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak
adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga
atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya
yang tertera dalam prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi
peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad ke-8-9 yang bercorak Hindu
terletak di Jawa Tengah bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di Jawa
Tengah bagian selatan.
Kedua dinasti tersebut
akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan antara Rakai Pikatan dengan
Pramodwardhani. Pramodwardhani adalah putri dari Samaratungga.
Raja Samaratungga
selain mempunyai putri Pramodwardhani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa
(karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya).
Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan
menyebabkan ia menyingkir ke kakeknya di Sumatera dan tak lama kemudian menjadi
raja di Sriwijaya.
Untuk selanjutnya
pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang
terakhir yaitu Wawa.
Pada masa pemerintahan
Wawa sekitar abad ke 100, Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat
penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok .
Mengenai penyebab
alasan dipindahkannya ibukota kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur,
silahkan Anda diskusikan dengan teman-teman Anda.
Mpu Sindok mendirikan
dinasti baru yaitu Dinasti Isyana dengan kerajaannya Medang Mataram. Ia
berkuasa sampai 947 M. Pengganti selanjutnya tidak di ketahui dengan pasti
kecuali pada awal abad ke-11 muncul nama Dharmawangsa Teguh (991-10016). Ia
gigih untuk menaklukan Sriwijaya. Usahanya tidak berhasil, sebaliknya ia dan
keluarganya mengalami Pralaya atau kehancuran.Kehancuran tersebut akibat
serangan dari kerajaan Sriwijaya yang di bantu oleh kerajaan kecil bernama
Wurawari. Salah satu anggota keluarga yang berhasil lolos dari serangan
tersebut adalah Airlangga. Tahun 10019 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha
dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja.
Pada awal
pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah
dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di dalam negeri dengan
memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan
tahun 10031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan
membangun bendungan Wringin Sapta.
Dengan demikian
usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan dan kemakmuran
bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 10041 Airlangga mundur dari tahtanya dan
memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan
tersebut adalah Jenggan ibukota di Daka. la dengan ibukota Kahuripan dan
Panjalu (Kediri) denga. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka
menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi
ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami kehancuran.
Demikianlah uraian
materi tentang kehidupan politik kerajaan Mataram. Melalui uraian materi
tersebut dapatlah ditarik kesimpulan tentang kehidupan ekonomi maupun
kebudayaan kerajaan Mataram.Dalam lapangan ekonomi, kerajaan Mataram
mengembangkan perekonomian agraris karena letaknya di pedalaman dan daerah yang
subur tetapi pada perkembangan berikutnya, Mataram mulai mengembangkan
kehidupan pelayaran, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Balitung yang
memanfaatkan sungai Bengawan Solo sebagai lalu lintas perdagangan menuju pantai
utara Jawa Timur.
Dengan adanya
pengembangan perekonomian, maka timbul dugaan bahwa dipindahkannya dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur karena alasan tersebut.
Karya kesusasteraan
Mataram Kuno terlihat sekali pengaruh kebudayaan India namun sastrawan Mataram
Kuno berhasil mengubah karya India ke dalam karya kesusasteraan Jawa di
antaranya Mahabrata dan Ramayana dalam bahasa Jawa Kuno berupa kakawin.
Uji
Kompetensi
1.
Pendiri
kerajaan Mataram berdasarkan prasasti Canggal adalah ....
2.
Candi
Kalasan dibangun pada masa pemerintahan raja ....
3.
Kerajaan
Mataram diperintah oleh dua dinasti yaitu ... dan ....
4.
Isi
dari prasasti Mantyasih adalah ....
5.
Arca
Mantyasih yang dibuat oleh Rya Indra di duga adalah bangunan candi ....
6.
Penyatuan
kerajaan Mataram terjadi pada masa pemerintahan ....
7.
Kerajaan
Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh ....
8.
Silsilah
raja Medang Mataram diketahui melalui prasasti ....
9.
Kerajaan
Medang Mataram mengalami kehancuran/pralaya pada masa pemerintahan ...
10.
Raja
terakhir dari kerajaan Medang Mataram adalah ....
a.
Sejarah dan Lokasi
Pengetahuan mengenai sejarah Sriwijaya baru lahir pada
permulaan abad ke-200 M, ketika George Coedes menulis karangannya berjudul Le
Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M.
Coedes kemudian menetapkan bahwa, Sriwijaya adalah nama
sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan
bahwa, letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada anggapan
Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca,
Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah
Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi
atau sekitar kota Palembang sekarang
b.
Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung tentang keberadaan
Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
1)
Sumber Asing
Sumber
Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China
pertama adalah tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa, saat itu
terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara
para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh
para pendeta Budha di India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk
belajar bahasa Sansekerta, setelah itu, baru ia berangkat ke Nalanda, India.
Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya
dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari
bahasa Sansekerta ke bahasa Cina.
Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan
Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir adalah tahun 988 M
Sumber
Arab
Arab, Sriwijaya disebut Sribuza. Mas‘udi, seorang
sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam
catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan
tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu
gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil
bumi lainya.
Sumber
India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja
dari kerajaan yang ada di India seperti dengan Kerajaan Nalanda, dan Kerajaan
Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan
sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda
1)
Sumber lain
Pada tahun 1886 Beal mengemukakan pendapatnya bahwa,
Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi,
Sumber lain, yaitu Beal mengemukakan pendapatnya pada tahun 1886 bahwa,
Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi.
Pada tahun 1913 M, Kern telah menerbitkan Prasasti Kota
Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun,
saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah
nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar
raja
2)
Sumber Lokal
atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang
dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti itu antara lain sebagai
berikut.
3.1)
Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M,
menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan
perahu, bersama dua laksa (200.000000) tentara dan 20000 peti perbekalan, serta
1.213 tentara yang berjalan kaki.
3.2)
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja
Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 200.000000 orang
berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya
menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah
daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk
perdagangan
3.3)
Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang
pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
3.4)
Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah
pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
3.5)
Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu
kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
3.6)
Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja
terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat
kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu,
Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan
Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa
Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
3.7)
Prasasti Telaga Batu.
Prasasti ini Karena ditemukan di sekitar Palembang pada
tahun 1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh
kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil
tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan
untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat.
Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan
keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan,
prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan., maka diduga kuat
Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya
Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya itu sebagian
besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
a.
Kehidupan
Ekonomi, Politik, Sosial dan Budaya
1) Ekonomi
Menurut catatan asing, Bumi Sriwijaya menghasilkan bumi
beberapa diantaranya, yaitu cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu,
kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan,
rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan
kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagangnya dengan Cina, India,
Arab dan Madagaskar.
2)
Politik
Untuk memperluas pengaruh kerajaan, cara yang dilakukan
adalah melakukan perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh
penguasa Sriwijaya Dapunta Hyang pada tahun 664 M, dengan
menikahkan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara.
Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh,
Sriwijaya memperluas daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di
wilayah utara, melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu
lintas perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki semenanjung malaya.
Kekuatan armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke
pulau jawa termasuk sampai ke Brunei atau Borneo. Hingga pada abad ke-8,
Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia
Tenggara. Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya.
Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja
Sriwijaya, yaitu :
·
Samraj,
artinya berdaulat atas rakyatnya
·
Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya
·
Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya
Berikut daftar silsilah
para Raja Kerajaan Sriwijaya :
·
Dapunta Hyang Sri
Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
·
Cri Indrawarman
(berita Cina, 724 M)
·
Rudrawikrama
(berita Cina, 728 M)
·
Wishnu (Prasasti
Ligor, 775 M)
·
Maharaja (berita
Arab, 851 M)
·
Balaputradewa
(Prasasti Nalanda, 8600 M)
·
Cri
Udayadityawarman (berita Cina, 9600 M)
·
Cri Udayaditya
(Berita Cina, 962 M)
·
Cri
Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 100003. Prasasti Leiden, 10044 M)
·
Maraviyatunggawarman
(Prasasti Leiden, 10044 M)
·
Cri Sanggrama
Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 100004 M)
3)Sosial
dan Budaya
Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama
Budha telah berkembang iklim yang kondusif untuk mengembangkan agama Budha.
Itsing, seorang pendeta Cina pernah menetap selama 6 tahun untuk memperdalam
agama Budha. Salah satu karya yang dihasilkan, yaitu Ta Tiang
si-yu-ku-fa-kao-seng-chuan yang selesai ditulis pada tahun 692 M.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak
ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini
disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim selalu berpindah-pindah,
tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama.
Prasasti dan situs yang ditemukan disekitar Palembang,
yaitu Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti
Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu
( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi,
dan Situs Tanjung Rawa.
Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang
ditemukan di jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai,
Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi,
Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi.Di
Lampung, prasasti yang ditemukan, yaitu Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti
Bungkuk (Jabung). Di Riau, Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha
b.
Runtuhnya
Kerajaan Sriwijaya
Akibat dari persaingan di bidang pelayaran dan
perdagangan, Raja Rajendra Chola melakukan dua kali penyerangan ke Kerajaan
Sriwijaya. Bahkan pada penyerangganya yang kedua, Kerajaan Chola berhasil
menawan Raja Cri Sanggrama Wijayatunggawarman serta berhasil merebut kota dan
bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya.
Pada abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami
kemunduran yang luar biasa. Kerajaan besar di sebelah utara, seperti Siam.
Kerajaan Siam yang juga memiliki kepentingan dalam perdagangan memperluas
wilayah kekuasaannya ke wilayah selatan. Kerajaan Siam berhasil menguasai
daerah semanjung Malaka, termasuk Tanah Genting Kra. Akibat dari perluasan
Kerajaan Siam tersebut, kegiatan pelayaran perdagangan Kerajaan Sriwijaya
semakin berkurang. Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan lemah yang wilayahnya
terbatas di daerah Palembang, pada abad ke-13 Kerajaan Sriwijaya di hancurkan
oleh Kerajaan Majapahit.
Uji Kompetensi
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan cara
memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d !
a.
Dewa Brahma
b.
Dewa Wisnu
c.
Dewa Syiwa
d.
Dewa Indra
a.
Telah lama ada
hubungan antara India dan Indonesia
b.
Adanya persamaan
antara peradaban Hindu dengan peradaban indonesia
c.
Dasar-dasar
peradaban Hindu telah lama dimiliki oleh bangsa indonesia
d.
Bangsa Indonesia
termasuk bangsa yang mudah menerima pengaruh luar
a.
Tri ratna
b.
Tri sarana
c.
Catur asrama
d.
Catur warna
a.
Kaum brahmana
b.
Kaum pedagang
c.
Para bangsawan
d.
Para ksatria
a.
Borobudur
b.
Kalasan
c.
Mendut
d.
Dieng
a.
Dihormati oleh
semua lapisan masyarakat
b.
Kedudukannya lebih
tinggi dari kaum bangsawan
c.
Golongan Brahmana
yang menulis kitab-kitab agama Hindu
d.
Merupakan satu
satunya golongan yang memahami bahasa sansekerta
a.
Pendeta
b.
Brahamana
c.
Sidharta
d.
Biksu
a.
Adanya sistem kasta
b.
Adanya sistem
kerajaan
c.
Adanya sistem
kemasyarakatan
d.
Munculnya berbagai
karya sastra
a.
Kudungga
b.
Mulawarman
c.
Purnawarman
d.
Aswarman
a.
Lapangan untuk
pemujaan dewa Brahma
b.
Lapangan untuk
pemujaan dewa Wisnu
c.
Lapangan untuk
pemujaan dewa Syiwa
d.
Lapangan untuk
pemujaan dewa Hera
a.
Prasasti tugu
b.
Prasasti pasir awi
c.
Prasasti ciareteun
d.
Prasasti muara
cianten
a.
Dari kerajaan
maritim ke agraris
b.
Dari kerajaan
agraris
c.
Dari kerajaan
agraris ke agraris maritim
d.
Dari kerajaan
maritim ke maritim agraris
a.
Ken arok
b.
Ranggawuni
c.
Kertanegara
d.
Jayanegara
a.
Negarakertagama
karya Mpu Prapanca
b.
Sutasuma karya Mpu
Tantular
c.
Bharatayudha karya
Mpu Sedah
d.
Arjunawiwaha karya
Mpu kanwa
a.
Menaklukan kerajaan
Sunda
b.
Menata sistem
pemerintahan Majapahit
c.
Mengangkat derajat
kerajaan Majapahit
d.
Memperatukan
seluruh Nusantara di bawah payung Majapahit
a.
Adanya serangan
dari raja Rama kamheng dari Thailand
b.
Adanya serangan
dari raja Rajendra dari Colamandala
c.
Adanya serangan
dari raja Kertanegara dari Singasari
d.
Negara-negara
taklukan melepaskan diri
a.
Sanna
b.
Sanjaya
c.
Sanaha
d.
Bhanu
a.
Majapahit
b.
Singosari
c.
Funan
d.
Chen la
a.
Patih Daha
b.
Mangkubumi
c.
Patih Kahuripan
d.
Maha Patih
Majapahit
a.
Persia, Cina dan
Gujarat
b.
India, Iran, dan
Cina
c.
Arab, Cina, dan
Persia
d.
Arab, Persia, dan
Gujarat
a.
Proses
pelayaran dan perdagangan
b.
Dasar-dasar
keimanan sudah dimiliki
c.
Bangsa Indonesia
mampu menyeleksi budaya
d.
Pengaruh Hindu
hanya dirasakan para bangsawan
a.
Adanya kerajaan
yang bercorak Hindhu – Budha
b.
Adanya kerajaan
yang bercorak Hindu
c.
Adanya kerajaan
yang bercorak Budha
d.
Adanya kerajaan
yang bercorak Islam
a.
Sunan Kalijaga
b.
Sunan Gunung jati
c.
Maulana Malik
Ibrahim
d.
Sunan Bonan
a.
Makam Sultan Malik Al Saleh di Sumatra
b.
Makam Syeh Maulana
Malik Ibrahim di Gresik
c.
Makam Fatimah binti
Mimun di Leran Gresik
d.
Berita Cina yang
ditulis oleh Ma Huan
a.
Banyak orang Demak
yang tinggal di Malaka
b.
Malaka merupakan
daerah kekuasaan Demak
c.
Malaka mempunyai
arti penting bagi perekonomian Demak
d.
Portugis memonopoli
perdagangan di Malaka sehingga memperoleh banyak keuntungan.
a.
Ditemukannya benua
Amerika
b.
Jatuhnya
Konstantinopel ke tangan Turki Usmani
c.
Jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis
d.
Dibukanya terusan
Suez
a.
Perjanjian Salatiga
b.
Perjanjian Gianti
c.
Paugeran Mataram
d.
Rekapitulasi
tuntang
a.
Cendana dan lada
b.
Cengkeh dan pala
c.
Teh dan kopi
d.
Jahe dan cendana
a.
Van Necle
b.
Van Mook
c.
Ferdinand Magellan
d.
Cornelis de Houtman
a.
Portugis
b.
Jerman
c.
Inggris
d.
Belanda
|
makasi infonya, sangat bermanfaat
BalasHapus